MUSEUM FATAHILLAH DAN MERIAM SI JAGUR DI KOTA TUA: ANALISIS SEJARAH, ANTROPOLOGI DAN KEUNIKANNYA. (LAPORAN PENELITIAN MATA KULIAH ARKEOLOGI)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah kota Jakarta diperkirakan dimulai sekitar 3500 SM, yang
diawali dengan terbentuknya pemukiman sejarah di sepanjang daerah aliran sungai
Ciliwung[1].
Seiring berjalannya waktu, Jakarta berkembang demikian pesatnya sesuai dengan
predikatnya sebagai ibu kota negara. Pembangunan gedung-gedung pencakar langit
dibangun di setiap sudut kota. Namun dibalik kemegahannya ternyata di salah
satu sudut wilayah Jakarta masih menyimpan bangunan-bangunan tua yang memiliki nilai
sejarah yaitu kawasan Kota Tua. Keberadaannya justru merupakan kelebihan yang
dimiliki Jakarta dan aset bernilai tinggi, salah satunya adalah Museum
Fatahillah.
Museum Fatahillah merupakan aset wisata sejarah di Jakarta. Museum
Fatahillah atau orang lebih mengenal dengan sebutan Museum Sejarah Jakarta
terletak di Jalan Taman Fatahillah no 2, Jakarta Utara Telepon : (62 21)
6901483. Nama Museum Fatahillah diambil dari nama taman dihalaman Museum
Fatahillah. Museum ini menyimpan banyak hal untuk diceritakan dari masa lalu.
Mulai dari perjalanan sejarah Jakarta, hasil penggalian arkeologi di kawasan
Jakarta, mebel antik dari abad ke-18, keramik, gerabah, hingga batu prasasti.
Terdapat juga berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi, numismatik, dan
becak. Bahkan kini juga diletakkan patung Dewa Hermes (menurut mitologi Yunani,
merupakan dewa keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang) semula
terletak di perempatan Harmoni dan meriam Si Jagur dianggap mempunyai kekuatan
magis. Museum Fatahillah juga sudah dilengkapi beberapa fasilitas sehingga
cocok sekali untuk dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara.[2]
Daya tarik Museum fatahillah yaitu mempunyai keistimewaan koleksi
keanekaragaman benda-benda bersejarah, seperti benda-benda arkeologi masa
Hindu, Buddha, hingga Islam, benda-benda budaya peninggalan masyarakat Betawi,
aneka mebel antik mulai abad ke-18 bergaya Cina, Eropa, dan Indonesia, gerabah,
keramik, dan prasasti. Koleksi benda-benda tersebut dipamerkan diberbagai ruang
Museum Fatahillah Jakarta, seperti Ruang Prasejarah, Ruang Jakarta Masa Kini,
Ruang Prasasti, Ruang Joen Pieter Zoon Coen. Bagi pengunjung untuk menikmati
koleksi museum akan dimudahkan oleh tata pamer Museum Sejarah Jakarta. Tata
pamer tersebut dirancang berdasarkan kronologi sejarah, yakni dengan cara
menampilkan sejarah Jakarta dalam bentuk display. Koleksi-koleksi tersebut
ditunjang secara grafis oleh foto-foto, gambar-gambar dan sketsa, peta, dan
label penjelasan agar mudah dipahami berdasarkan latar belakang sejarahnya.
Selain itu, museum ini juga memamerkan benda-benda bersejarah lainnya seperti
uang logam zaman VOC, aneka timbangan atau dacinan, meriam Jagur dianggap
mempunyai kekuatan magis, serta bendera dari zaman Fatahillah. Selain itu,
pengunjung juga melihat lukisan-lukisan karya Raden Saleh, peta-peta kuno, dan
sebuah foto Gubernur VOC bernama J.P. Coen.[3]
Sala-satu benda Arkeologi yang menarik untuk diteliti di Museum
Fatahillah ini adalah Meriam Si Jagur yang telah sejak lama dikenal baik oleh
orang-orang Jakarta, maupun orang dari luar Jakarta bahwa benda ini memiliki
kekuatan Magis yakni bisa memberikan kesuburan. Meriam peninggalan Portugis ini
berbahan dasar perunggu mempunyai berat 3, 5 ton, dan panjang 3, 81 cm. Yang
menarik, konon meriam ini merupakan hasil leburan dari 16 meriam kecil. Ada
yang unik jika kita perhatikan dari bentuk meriam ini. Jika diperhatikan bagian
punggung atau belakang meriam, di sana kita akan menjumpai sebuah bentuk tangan
kanan menggenggam dengan ibu jari terjepit di antara jari telunjuk dan jari
tengah. Bentuk ini mempunyai makna yang tidak sembarangan, ini merupakan simbol
dari kesuburan, kejayaan, dan kekuatan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis akan membahas
masalah yang berhubungan dengan Museum Fatahillah
beserta
benda-benda Arkeologi yang terdapat disana,
dalam pembahasan ini penulis akan mendiskripsikan tentang Meriam Si Jagur. Perumusan ini dipandang perlu mengingat
ruang lingkup yang demikian luas sehingga tidak mungkin pembahasan secara
menyeluruh, karena itu penulis akan membatasi pada masalah berikut:
1.2.1
Bagaimana Deskripsi mengenai Kawasan Wisata Kota Tua MuseumFatahillah beserta benda-benda Arkeologi yang terdapat
disana?
1.2.2
Bagaimana analisis mengenai bentuk bangunan dan benda Arkeologi yang terdapat di Museum
Fatahillah yakni sala-satunya Meriam Si Jagur?
1.3 Tujuan Pembahasan
Hasil
penulisan laporan penelitian ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Arkeologi Islam pada Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam
Negeri Sunan Gunung Djati Bandung tahun ajaran 2015-2016, sekaligus juga untuk:
1.3.1
Mengetahui Deskripsi menegenai Kawasan Wisata Sejarah Kota Tua Museum Fatahillah beserta benda-benda
Arkeologi yang terdapat disana.
1.3.2
Mengetahui analisis mengenai mengenai bentuk bangunan Museum Fatahillah dan benda-benda Arkeologi yang terdapat di sana yakni sala-satunya Meriam Si Jagur.
1.4 Ruang Lingkup dan Substansi
Ruang lingkup pembahasan dalam laporan ini, yakni membahas seputar
Museum Fatahillah yang berada di Kota Tua, Jakarta. Yang mana Museum ini merupakan
aset wisata sejarah di Jakarta. Museum Fatahillah atau orang lebih mengenal
dengan sebutan Museum Sejarah Jakarta terletak di Jalan Taman Fatahillah no 2,
Jakarta Utara.
Substansi yang akan dibahas yaitu mengenai masalah-masalah yang
berhubungan dengan bentuk bangunan dan sala-satu benda arkeologi yang ada di
Museum Fatahillah, yakni Meriam Si Jagur dan implikasinya terhadap penataan
ruang, yang meliputi aspek Sejarah, Filosofi, Tipologi, Fungsi dan Sistem atau
wujud artefak ruang sebagai wujud budaya sosial zaman dulu yang terdapat di
Kawasan bersejarah Museum Fatahillah.
1.5 Metodelogi Penelitian
Sumber Data untuk memperoleh data
dan informasi demi terselesaikannya laporan hasil
penelitian mengenai Museum Fatahillah dan Meriam Si Jagur yang merupakan benda
Arkeologi diasana, dapat dilakukan melalui:
1.5.1
Observasi
Observasi
adalah metode mengenai tinjauan secara langsung atau meneliti secara langsung
ke tempat yang kita tuju untuk memperoleh data-data yang konkrit tentang
masalah yang diteliti, yakni di Kawasan
Wisata Sejarah Kota Tua Museum Fatahillah
atau Museum Sejarah Jakarta yang terletak di Jalan Taman Fatahillah no 2,
Jakarta Utara.
1.5.2
Metode Wawancara
Metode
Wawancara yaitu, dengan cara melakukan tanya jawab langsung dengan pengurus atau pengelola Kawasan Wisata Sejarah Kota Tua Museum
Fatahillah.
1.5.3
Studi Pustaka
Studi
Pustaka bertujuan Untuk melengkapi data yang kurang, ditambah dengan pengutipan
dari beberapa buku dan sumber tertulis lainnya (Buku, Internet, dan lain-lain).
1.5.4
Analisis Data
Kajian mengenai Museum Fatahillah dan benda arkeologi Meriam Si
Jagur ini akan menjadi objek pertama yang akan kami bahas dalam laporan
penelitian ini. Elemen-elemen benda kearkeologian dalam arsitektur atau
keunikan ini ditunjukkan melalui bentuk dari
Meriam Si Jagur tersebut.
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam laporan hasil penelitian yang
berjudul “Museum Fatahillah dan Meriam Si Jagur: Sejarah, Arkeologi, dan
Keunikannya”. ini tersusun atas empat bab, daftar
pustaka beserta lampiran.
Bab I Pendahuluan, terdiri atas: 1.1 Latar Belakang Masalah, yang
memuat pemaparan mengenai latar belakang masalah yang diteliti berdasarkan
fakta maupun pengamatan pribadi; 1.2
Rumusan Masalah, memuat pertanyaan yang tersurat untuk dicari jawabannya dan
merupakan pertanyaan mengenai masalah yang akan diteliti; 1.3 Tujuan Pembahasan,
memuat sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian; 1.4 Ruang Lingkup dan Substansi, 1.5 Metode Penelitian, berisi langkah-langkah atau prosedur penelitian
yang dilakukan peneliti; 1.6 Sistematika
Penulisan, memuat susunan penulisan dalam karya tulis ini dari awal sampai
akhir.
Bab II mendeskripsikan hasil penelitian kita lalu di Bab III kita menganalisis apa yang sudah kita deskripsikan dan di bab terakhir
atau Bab IV yaitu Penutup, yang terdiri
dari 4.1 Kesimpulan, yang berisi
kesimpulan jawaban dari pertanyaan yang muncul secara ringkas atau garis
besarnya saja serta kesimpulan akhir dari semua rangkaian penelitian yang telah
dilakukan, sedangkan 4.2 Kritik dan Saran, yang membangun untuk perbaikan dalam
pembuatan laporan ini ataupun yang berkaitan dengan objek yang kita teliti.
Daftar Pustaka, memuat sumber-sumber referensi yang dijadikan
rujukan untuk menunjang penelitian serta memperkaya pembahasan dan menjawab
permasalahan-permasalahan pokok mengenai topik karya tulis ini.
Lampiran, memuat gambar-gambar atau
bukti-bukti otentik objek yang kita teliti supaya terbukti kebenarannya.
BAB II
DESKRIPSI MENGENAI KAWASAN WISATA SEJARAH KOTA TUA MUSEUM FATAHILLAH DAN BENDA-BENDA
ARKEOLOGI YANG TERDAPAT DISANA.
Staadhuis itulah nama semula gedung Museum Sejarah Jakarta yang
berada dijalan Taman Fatahillah Nomor 1 Jakarta Barat. Luas areal seluruhnya
13.588 m2, dan bangunan yang berada diatasnya tersebut, dilindungi oleh
Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Keputusan Mendikbud No.28/M/1988 dan
keputusan Gubernur DKI Jakarta No.475 tahun 1993).[4]
Pada masa pemerintahan VOC di Batavia, Museum Sejarah
Jakarta mulanya digunakan sebagai gedung Balaikota (Stadhuis). Pada tanggal 27
April 1626, Gubernur Jenderal Pieter de Carpentier (1623-1627) membangun gedung
balaikota baru yang kemudian direnovasi pada tanggal 25 Januari 1707 di masa
pemerintahan Gubernur Jenderal Joan van Hoorn dan baru selesai pada tanggal 10
Juli 1710 di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck.[5]
Selain sebagai Balaikota, gedung ini juga berfungsi
sebagai Pengadilan, Kantor Catatan Sipil, tempat warga beribadah di hari
Minggu, dan Dewan Kotapraja (College van Scheppen). Pada tahun 1925-1942 gedung
ini juga dimanfaatkan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pada
tahun 1942-1945 dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon. Tahun
1952 digunakan pula sebagai Markas Komando Militer Kota (KMK) I yang kemudian
menjadi Kodim 0503 Jakarta Barat. Setelah itu pada tahun 1968 gedung ini
diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta dan kemudian dijadikan sebagai Museum pada
tahun 1974.[6]
Museum Sejarah Jakarta yang terletak di Jalan Taman
Fatahillah No.1,
Jakarta
Utara ini adalah sebuah
lembaga museum yang memiliki sejarah yang cukup panjang. Pada tahun 1919, dalam
rangka 300 tahun berdirinya kota Batavia, warga kota Batavia khususnya Belanda
mulai tertarik dengan sejarah kota Batavia. Pada tahun 1930 didirikanlah sebuah
yayasan yang bernama Oud Batavia (Batavia Lama) yang bertujuan untuk
mengumpulkan segala ihwal tentang sejarah kota Batavia. Tahun 1936, Museum Oud
Batavia diresmikan oleh Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer
(1936-1942), dandibuka untuk umum pada tahun 1939.
Museum
Oud Batavia ini merupakan lembaga swasta di bawah naungan Koninklijk
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Ikatan Batavia untuk Seni
dan Ilmu Pengetahuan) yang didirikan pada tahun 1778 dan turut berperan dalam
mendirikan Museum Nasional. Koleksi-koleksinya
kebanyakan merupakan peninggalan-peninggalan masyarakat Belanda yang bermukim
di Batavia sejak awal abad XVI, seperti mebel, perabot rumah tanngga, senjata,
keramik, peta, serta buku-buku.
Pada
masa kemerdekaan, Museum Oud Batavia berubah nama menjadi Museum Djakarta Lama
dibawah naungan LKI (Lembaga Kebudayaan Indonesia) dan pada tahun 1968
diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta. Setelah Museum Sejarah Jakarta diresmikan
pada tanggal 30 Maret 1974, maka seluruh koleksi dari Museum Djakarta Lama
dipindahkan ke Museum Sejarah Jakarta dan ditambah dengan koleksi dari Museum
Nasional.[7]
Sedari
tahun 1999 Museum Sejarah Jakarta digagas bukan sekedar sebagai tempat untuk
merawat dan memamerkan benda yang berasal dari masa penjajahan, tetapi harus
bisa menjadi tempat bagi seluruh khalayak untuk menambah pengetahuan dan
pengalaman tentang sejarah kota Jakarta, serta dapat dinikmati sebagai tempat
rekreasi. Museum ini berupaya menyediakan berbagai informasi mengenai
perjalanan panjang sejarah kota Jakarta, sejak masa prasejarah hingga masa kini
dalam bentuk yang lebih kreatif, serta menyelenggarakan kegiatan yang rekreatif
dan menarik guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya warisan
budaya.
Pada awalnya sejarah museum Fatahillah merupakan bangunan kolonial Belanda yang dipergunakan
sebagai balai kota. Peresmian gedung dilakukan pada tanggal 27 April 1626, oleh
Gubernur Jenderal Pieter de Carpentier (1623-1627) dan membangun gedung balai
kota baru yang kemudian direnovasi pada tanggal 25 Januari 1707, pada masa
pemerintahan Gubernur Jenderal Joan van Hoorn dan baru selesai pada tanggal 10
Juli 1710 di masa pemerintahan lain, yaitu pada Gubernur Jenderal Abraham van
Riebeeck.[8]
Gedung
yang dipergunakan sebagai Balaikota ini, juga memiliki fungsi sebagai
Pengadilan, Kantor Catatan Sipil, tempat warga beribadah di hari Minggu, dan
Dewan Kotapraja (College van Scheppen). Kemudian sekitar tahun 1925-1942, gedung tersebut juga digunakan untuk mengatur sistem
Pemerintahan pada Provinsi Jawa Barat. Kemudian
tahun 1942-1945, difungsikan sebagai
kantor tempat pengumpulan logistik Dai Nippon.[9]
Kemudian sekitar tahun 1919 untuk memperingati
berdirinya batavia ke 300 tahun, warga kota Batavia khususnya para orang
Belanda mulai tertarik untuk membuat sejarah tentang kota Batavia. Lalu pada
tahun 1930, didirikanlah yayasan yang bernama Oud Batavia (Batavia Lama) yang
bertujuan untuk mengumpulkan segala hal tentang sejarah kota Batavia.
Tahun 1936, Museum Oud Batavia diresmikan oleh
Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (1936-1942), dan dibuka
untuk umum pada tahun 1939.. Setelah itu pada tahun 1968 gedung ini diserahkan
kepada Pemda DKI Jakarta dan kemudian dijadikan sebagai Museum pada tahun 1974.
Pada sejarah museum fatahillah berdasarkan pembentukannya hingga bisa kita
kunjungi sampai sekarang ini, menyimpan sisa penjajahan di dalamnya. Terbentuk
menjadi dua lantai dengan ruang bawah tanah ini, berisikan banyak peninggalan
bersejarah yaitu :
·
Lantai bawah : Berisikan peninggalan VOC seperti
patung, keramik-keramik barang kerajinan seperti prasasti, gerabah, dan
penemuan batuan yang ditemukan para arkeolog. Terdapat pula peninggalan
kerajinan asli Betawi (Batavia) seperti dapur khas Betawi tempo dulu.
·
Lantai dua : Terdapat perabotan peninggalan para
bangsa Belanda mulai dari tempat tidur dan lukisan-lukisan, lengkap dengan
jendela besar yang menghadap alun-alun. Konon, jendela besar inilah yang
digunakan untuk melihat hukuman mati para tahanan yang dilakukan di tengah
alun-alun.
·
Ruang bawah tanah : Yang tidak kalah penting pada
bangunan ini adalah, penjara bawah tanah para tahanan yang melawan pemerintahan
Belanda. Terdiri dari 5 ruangan sempit dan pengap dengan bandul besi, sebagai
belenggu kaki para tahanan.
·
Belakang Museum: terdapat
beberapa meriam-meriam kecil peninggalan zaman portugis dan kolonial Belanda.
Selain
itu, di kawasan wisata Kota Tua yang memiliki luas sekitar 13 hektare tersebut,
penulis dalam kegiatan observasi ke lapangan dapat menyimpulkan deskripsi
sebagai berikut:
·
Bangunan Museum Fatahillah,
yang berbentuk menyerupai persegi panjang bergaya Eropa abad pertengahan. Untuk
menuju ke tempat ini, ada banyak pilihan transportasi yang bisa digunakan.
Selain Anda bisa menggunakan mobil pribadi maupun taksi, akses menuju kawasan
wisata sejarah Kota Kota bisa juga menggunakan angkutan umum. Paling mudah jika
Anda naik Trans Jakarta. Anda bisa menggunakan koridor I, yang menghubungkan
antara Blok M-Kota. Halte untuk Trans Jakarta sendiri, hanya beberapa puluh
meter di belakang Museum Fatahillah. Bisa dikunjungi oleh para wisatawan setiap
hari Selasa sampai Minggu mulai dari Pkl. 07.00 WIB – 15.00 WIB. Dengan tiket
masuk hanya sebesar Rp. 2000.
·
Kawasan wisata ini, bergaya
kolonial dengan ciri khas memiliki bangunan-bangunan bergaya Eropa abad ke-18
dengan seluruh kawasan ini berlantaikan batu sesuai dengan gaya bangunan dan
ornamen Eropa abad pertengahan.
·
Sebelah barat dari Museum:
terdapat Museum Wayang.
·
Sebelah utara dari Museum:
terdapat Kafe Museum, yang merupakan bekas kantor Sekretariat Zaman Belanda,
masa pemerintahan Gubernur Abrahaam van Riebeek sekitar tahun 1710. Dan juga
terdapat Meriam Si Jagur yang berukururan besar dengan penyangga berwarna merah
dengan dikelilingi pagar besi bergaya Eropa Kuno.
·
Sebelah timur dari Museum:
terdapat Museum Batu dan juga Kantor Pos Indonesia.
·
Kawasan wisata Sejarah ini,
banyak dikunjungi wisatawan lokal maupun Luar yang ingin mengenal dan meneliti
kawasan Kota Tua atau sekedar untuk foto-foto, bersepada mengelilingi kawasan
kota Tua dengan menyewa sebesar Rp.20000 untuk durasi sewa 30 Menit, ataupun untuk
pengambilan film bertema zaman kolonial.
BAB III
ANALISIS MENGENAI BENTUK BANGUNAN MUSEUM FATAHILLAH DAN BENDA ARKEOLOGI MERIAM SI
JAGUR YANG TERDAPAT DI KAWASAN WISATA KOTA TUA JAKARTA.
3.1. Bentuk Bangunan Museum Fatahillah
Museum
Fatahillah adalah bangunan peninggalan Belanda diperkirakan dibangun pada abad
ke-17 jika dilihat dari bangunan yang mengadopsi gaya rancang masa neoklasik.
Yang mana menurut Teguh Rahman Hakim, gaya rancang ini berkembang di Eropa
sekitar tahun 1730-an. Sebenarnya gaya ini bukan merupakan ciri khas dari
negara Belanda sendiri, melainkan gaya yang diadopsi dari negara Prancis yang
merupakan pelopor dalam segi bangunan Neoklasik. Dalam sejarahnya sendiri,
bangunan bergaya Neoklasik ini, dibawa dan dipelopori perancangannya di
Indonesia oleh Deandles seorang Gubernur Hindia-Belanda yang merupakan bawahan
dari Napoleon Bonaparte, sekitar tahun 1801.[10]
Beliau memugar bentuk bangunan yang sekarang menjadi Museum Fatahillah ini
dengan sentuhan Neoklasik, dan bentuk bangunannya disamakan dengan bentuk
Istana Ratu belanda. Hal ini ditujukan untuk mengingat negeri mereka sendiri
yang jauh di Eropa sana.
Selanjutnya,
untuk bangunan yang dahulunya digunakan sebagai stadhuis (balai kota)
tersebut, dipugar dan dijadikan Museum Sejarah Jakarta pada masa Ali Sadikin ketika
menjadi gubernur DKI Jakarta.
Merujuk
kepada gambar diatas, Museum Fatahillah membentang dari sisi Timur ke Barat.
Jika diperhatikan dengan lebih seksama, Museum Fatahillah tidak berdiri tepat
digaris lurus yang menghubungkan sisi Barat dengan Timur. Museum Fatahillah
menyerong beberapa derajat ke arah Timur Laut, sehingga bagian depan bangunan
tidak tepat menghadap kesisi utama.
Letak
geografis Museum Fatahillah ternyata menjadi letak geografis ideal untuk
bangunan yang berada pada area dengan temperatur sedang. Letak Indonesia yang berada
di sekitar garis khatulistiwa memyebabkan Indonesia mendapatkan sinar matahari
sekaligus dengan curah hujan berintensita sedang-tinggi sepanjang tahun.
Dilihat dari
ilmu Pyrocenetic, yakni ilmu mengenai tata ruang untuk mendapatkan sinar
Matahari secara optimal. Posisi bangunan membuat Museum Fatahillah mendapatkan
sinar matahari sepanjang hari, sepanjang tahun. Di pagi hari, sisi bangunan
akan mendapatkan energi panas dan cahaya, terus bergeser ke sisi bangunan di
sisi Barat, seiring dengan pergerakan matahari.
Dilihat dari
gambar diatas, Faktanya, bangunan Museum Fatahillah mengkombinasikan
pencahayaan dengan pengaturan temperatur Udara. Yang mana udara adalah zat yang
terus bergerak, dari area yang bertekanan tinggi ke area yang bertekanan
rendah. Jika zat yang terus bergerak tersebut dibiarkan dalam ruangan tertutup
ia akan menghasilkan panas.
Dalam ilmu Fisika
juga mengajarkan kita bahwa benda yang bergesekan akan menghasilkan anergi
panas, contoh paling sederhana adalah menggosok-sogokan telapak tangan di cuaca
dingin. Museum Fatahillah, bisa disebut beruntung mendapatkan posisi memanjang
dari Timur ke Barat. Hal ini, Karena Museum Fatahillah dibangun pada masa
ketika issue ketersediaan ruang belum seterbatas seperti saat ini artinya ruang
untuk membangun masih sangat luas.
Museum Fatahillah
dilengkapi dengan deretan jendela tinggi sepanjang dinding Utara dan Selatan.
Hal ini selaras dengan pendapat Sukawi yang mengatakan Untuk daerah sekitar
khatulistiwa, secara umum perletakan jendela harus memperhatikan garis edar
matahari, sisi utara dan selatan adalah tempat potensial untuk perletakan
jendela (bukaan), guna mendapatkan cahaya alami.
Posisi jendela,
juga menguntungkan Museum Fatahillah dalam hal pergerakan udara. Penelitian
Texas Engineering Experiment Station menyebut penghawaan alami sebuah ruang
terjadi jika udara bergerak horisontal. Jendela Museum Fatahillah yang
berseberangan di dinding sisi Utara dan Selatan memberi ruang yang cukup bagi
udara untuk bergerak horisontal. Desain jendela yang dibagi menjadi bukaan atas
dan bukaan bawah juga menambahkan kesempatan Museum Fatahillah untuk mengatur
intensitas cahaya dan udara langsung yang masuk ke setiap ruangan.
Bahkan ketika
Museum Fatahillah mendapatkan posisi paling ideal dari sisi energi matahari,
pendirinya tidak melewatkan aspek lain yang menjadikan Museum Fatahillah
sebagai hunian nyaman. Hal ini membuktikan bahwa sejak zaman dahulu Belanda
menujukan bahwa mereka adalah pencipta. Karena pencipta memperhitungkan banyak
hal bukan hanya sebuah keberuntungan.
Berkaca
kepada Museum Fatahillah, tetua Belanda abad ke-17 di sebuah bangunan yang sekarang
dikenal dengan Museum Fatahillah sudah menerapkan rancang bangun hemat energi
jauh sebelum istilah tersebut hadir. Ide bangunan hemat energi baru muncul
beberapa tahun belakang, dipicu oleh kondisi bumi membuat manusia harus
berfikir untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya yang terbatas. Ditambah
dengan issue lingkungan penerapan bangunan yang ramah lingkungan menjadi
tantangan bagi setiap perancang bangunan selain nilai estetik bangunan itu
sendiri.
Dibalik semua
aspek ilmiah yang diterapkan Belanda kepada bangunan Museum Fatahillah, tetua
Belanda di Batavia kala itu nyata menyimpan kerinduan terhadap negeri mereka
sendiri. Itulah mengapa mereka membuat bangunan Musem Fatahillah mirip dengan
Istana Dam di Amsterdam. Karena bagaimanapun juga Setiap anak selalu rindu
kembali ke pelukan ibunya.
Setelah
menganalisa mengenai tata letak bangunan Museum Fatahillah ini, penulis
selanjutnya akan menganalisa unsur-unsur yang terdapat dalam bangunan Museum
Fatahillah ini. Yang mana kita singgung
kembali dilihat dari segi Eksterior bangunan, bahwa Arsitektur bangunannya
bergaya abad ke-17 bergaya neoklasik dengan tiga lantai dengan cat kuning
tanah, kusen pintu dan jendela dari kayu jati berwarna hijau tua. Bagian atap
utama memiliki penunjuk arah mata angin. Museum ini memiliki luas lebih dari
1.300 meter persegi. Pekarangan dengan susunan konblok, dan sebuah kolam
dihiasi beberapa pohon tua.
Sedangkan
untuk Tata ruang dalam Museum Fatahillah dipersiapkan untuk menampilkan cerita
berdasarkan kronologis sejarah Jakarta dalam bentuk display, diperlukan
koleksi-koleksi yang berkaitan dengan sejarah dan ditunjang secara grafis
dengan menggunakan foto-foto, gambar-gambar dan sketsa, peta dan label
penjelasan agar mudah dipahami dalam kaitannya dengan faktor sejarah dan latar
belakang sejarah Jakarta.dengan beberapa fasilitas ruang antara lain: Perpus,
kantin museum, ruang sinema, souvenir shop,ruang pertemuan, ruang pamer, taman
dalam.
Untuk unsur-unsur dari bangunan
Museum Fatahillah sendiri, penulis menyimpulkan secara poin per poin supaya
mudah untuk ditelaah, Berikut unsur- unsur bangunan Museum Fatahillah:
• Fasad
Bangunan
Gambar:
Koleksi Pribadi.
Secara sepintas, Arsitektur museum ini bergaya abad ke-17 bergaya Neo-Klasik dengan cat kuning tanah, kusen pintu dan jendela dari kayu jati berwarna hijau tua, selain itu bagian atap memiliki penunjuk arah mata angin yang mempertegas sisi solid dari bangunan ini.
Keunikan dari bangunan ini selain
dari segi tata ruang nya, juga dapat dilihat dari bentuk bangunan pengaruh gaya
Eropa Prancis yang dalam sejarahnya pernah menaklukan negara Belanda. Dan juga
bentuk bangunan ini dirancang dan dibangun sama percis seperti bangunan Istana
Dam yang merupakan Istana Kerajaan di Amsterdam, Belanda.
• Lantai
Gambar:
Sumber Google.com
Seluruh lantai bangunan gedung Museum Fatahillah menggunakan lantai kayu. Lantai seperti ini terdapat pada ruang-ruang (kamar-kamar) bangunan sisi luar. Lantai ubin secara umum masih baik, namun masih terdapat lantai ubin hilang, rusak, lepas dan rusak akibat vandalisme.
• Dinding dan Kolom
Gambar:
Sumber Google.com
Kolom yang ditampilkan dalam bangunan ini sangat kokoh dengan tiang-tiang tinggi yang berada disamping sepanjang bangunan tersebut dengan warna hitam serta cat dinding berwarna putih dengan kolom-kolom bergaya Eropa abad pertengahan begitu khas terpampang.
• Jendela
Gambar: Koleksi Pribadi.
Bahan yang
digunakan untuk jendela adalah kayu jati dengan warna hijau dengan kualitas
baik. Kerusakan terparah adalah daun daun jendela banyak yang rapuh akibat
kondisi alam dan. Selain itu engsel-engsel dalam kondisi tidak baik.
• Plafond
• Plafond
Gambar: Koleksi
Pribadi.
Plafon Lantai 1 merupakan bagian dari lantai 2 dan plafond ini menggunakan bahan kayu. Pada plafond ini mengalami kerusakan cukup parah yaitu banyak terdapat kayu yang rapuh akibat dimakan binatang rayap dan juga kurangnya perawatan karena kurangnya teknologi peralatan.
• Atap
Atap bangunan museum Fatahillah ini menggunakan bahan genting dengan kualitas yang sangat baik. Bagian atap yang mengalami sedikit kerusakan hanya pada talang air yang terbuat dari pipa paralon menuju pembuangan kebawah dilihat dari luar tampak sangat mencolok.
• Potongan
Tampak potongan yang terlihat dari Museum Fatahillah ini terlihat dengan detail-detail pada bagian ornamen lingkaran. Pada bagian atap memiliki penunjuk arah mata angin yang terbuat dari logam perak.
3.2. Meriam Si Jagur
Beranjak dari
bangunan Museum tersebut, selanjutnya penulis akan menganalisis mengenai benda
arkeologi sekaligus bersejarah yang juga terdapat di Kawasan Wisata Kota Tua,
yakni Meriam Si Jagur yang dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai benda
pembawa kesuburan dan sebagainya.
Ketika
penulis melakukan observasi ke kawasan wisata Kota Tua, selain melihat Museum
Fatahillah yang terlihat anggun di sore hari, penulis sedikit terkejut melihat
sebuah benda yang terletak disebelah utara dari Museum Fatahillah, benda
tersebut berbentuk meriam pada umumnya yang sering dipakai oleh para prajurit
abad pertengahan. Meriam ini disangga oleh penyangga berwarna merah dan
sekelilingnya dikelilingi oleh pagar. Sekilas Meriam ini tampak biasa saja
namun yang menjadi ketertarikan penulis ingin meneliti dan melihat secara
seksama mengenai benda ini, adalah keunikan dari benda tersebut yang terdapat
pada tutup meriam tersebut yakni berbentuk tangan yang mengepal dengan mengapit
ibu jari. Yang dalam kebudayaan ketimuran hal tersebut mengacu pada gambaran
yang tabu.
Dari itu, penulis akan
menganalisa salah satu peninggalan sejarah yang bernilai yakni tidak lain
adalah Meriam Si Jagur yang sekarang ada di Museum Sejarah Jakarta. Usia
Meriam Si Jagur sudah sangat tua. Meriam ini dibuat di Makau pada abad ke-16
oleh orang Portugis bernama N.T. Bocarro. Kemudian meriam itu digunakan oleh
Portugis sebagai senjata perangnya di sebuah benteng di Malaka (sekrang sebuah
daerah di Pulau Sumatra dekat semenanjung Malaysia) untuk melawan Vereenigde
Oostindische Compagnie (VOC). VOC adalah Perserikatan Perusahaan Hindia Timur
atau Perusahaan Hindia Timur Belanda. VOC didirikan pada tanggal 20 Maret 1602,
dan menjadi pemegang kekuasaan jajahan di Indonesia sampai runtuhnya pada tahun
1799. Kembali ke soal Si Jagur, setelah Malaka jatuh ke tangan VOC Belanda dan
Portugis kalah perang pada tahun 1641, meriam ini diboyong ke Batavia (sekarang
Jakarta) oleh VOC.[11]
Menurut Pak Kasirun
yang bekerja sebagai Staf Koleksi Museum Sejarah Jakarta, tempat di mana
sekarang meriam itu ditaruh, Si Jagur adalah peralatan perang yang dahsyat pada
masanya. Bisa kita bayangkan betapa dahsyatnya meriam itu. Mungkin kalau
diibaratkan, meriam itu seperti seorang manusia yang berpangkat Jenderal. Benda
bersejarah ini jadi andalan untuk merubuhkan pertahanan musuh.
Gambar: Koleksi
Pribadi.
Saat di Batavia
(Jakarta) meriam ini beberapa kali berpindah-pindah tempat. Menurut Pak Kasirun
juga, pertama kali berada di sini, meriam ini diletakkan di Jembatan Kota
Intan. Jembatan ini sendiri merupakan peninggalan Belanda yang dibangun pada
tahun 1628, dan sekarang menjadi benda cagar budaya yang dilindungi pemerintah
kita. Setelah Indonesia merdeka, dari Jembatan Kota Intan, meriam ini
dipindahkan lagi ke Museum Nasional. Lalu pada tahun 1968, Si Jagur dipindahkan
lagi ke Museum Wayang, dekat Museum Sejarah Jakarta yang saat itu belum
difungsikan sebagai sebuah museum. Setelah Museum Sejarah Jakarta diresmikan,
meriam ini dipindahkan ke Taman Fatahillah, atau di halaman depan Museum Sejarah
Jakarta.
Meriam peninggalan
Portugis ini berbahan dasar perunggu mempunyai berat 3, 5 ton, dan panjang 3,
81 m dengan diameter moncong: 60,3 cm dan diameter belakang: 85 cm, memiliki
gagang untuk pegangan berbentuk seperti naga di badan meriam, terdapat ukiran
totol-totol dan bunga di belakang meriam, Plat yang bertuliskan hurup latin ,”EX
ME IPSA RENATA SUM”, dan tentunya bentuk kepalan tangan yang mengapit ibu jari
dengan gelang di lengan. Yang menarik, konon meriam ini merupakan hasil leburan
dari 16 meriam kecil. Ada yang unik kalau kita perhatikan bentuk meriam ini.
Bila kita perhatikan bagian punggung atau belakang meriam, di sana kita akan
menjumpai sebuah bentuk tangan kanan menggenggam dengan ibu jari terjepit di
antara jari telunjuk dan jari tengah. Bentuk ini mempunyai makna yang tidak
sembarangan.
Menurut Pak Kasirun, ini
merupakan simbol dari kesuburan, kejayaan, dan kekuatan. “Kalau orang berbicara
hebat cuma dengan mengacungkan jempol itu sudah biasa. Tetapi kalau menggenggam
tangan dengan jempol yang terjepit itu artinya luar baisa,” Katanya. Berarti
simbol ini melambangkan sebuah keberanian yang luar biasa. Konon katanya, di
samping peralatan perang yang luar baisa, meriam ini juga mempunyai kekuatan
mistis. Kekuatan mistis adalah kekuatan di luar panca indera kita dan tidak
bisa dijelaskan dengan akal sehat. Pak Kasirun mengatakan, dulu banyak orang
yang “meminta” pertolongan ke meriam ini seperti “minta dikaruniai keturunan
atau juga minta kekuatan biar kebal peluru” . Tapi, sekarang seiring
perkembangan zaman, benda itu tidak lagi dijadikan benda mistis.
Gambar: Koleksi
Pribadi.
Selain bentuk unik
tadi, kalau kita perhatikan di bagian punggungnya terdapat sebuah tulisan
bahasa Latin,”EX ME IPSA RENATA SUM”. Ini karena dalam sejarahnya meriam Si
Jagur yang ukurannya lumayan besar ini, merupakan hasil dari peleburan beberapa
meriam-meriam kecil. Sehingga jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,
artinya “Dari Diriku Sendiri Aku Dilahirkan Lagi.” Nah, dari sebuah meriam saja
jika kita pintar menghayatinya, kita bisa belajar soal makna keberanian
orang-orang zaman dulu. Belum lagi bentuknya dan hasil pengerjaannya yang unik.
Hal itu berarti bahwa orang-orang zaman dahulu tidak kalah hebatnya dalam
menghasilkan sebuah benda bernilai. Sekarang, meriam ini merupakan benda yang
tidak ternilai harganya dan menjadi warisan arkeologi juga sejarah bagi bangsa
kita.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Setelah di deskripsikan penulis dapat menarik kesimpulan
bahwa penelitian mengenai sejarah dan bentuk dari bangunan Museum Fatahillah Museum
Fatahillah adalah bangunan peninggalan Belanda diperkirakan dibangun pada abad
ke-17 jika dilihat dari bangunan yang mengadopsi gaya rancang masa neoklasik. Yang
dikembangkan di Indonesia oleh Deandles pada tahun 1801. Mengenai hasil analisa
dari bentuk bangunan MuseumFatahillah ini, terdapat banyak sekali pengaruh
Barat atau Eropa abad pertengahan baik itu Interior dan Eksterior nya, dengan
kejeniusan penataan ruang sehingga bangunan bekas kantor gubernur ini, dapat
dimasuki cahaya matahari secara optimal.
Benda arkeologi sekaligus bersejarah yang juga terdapat
di Kawasan Wisata Kota Tua selain Museum Fatahillah, juga terdapat sebuah
Meriam yang bersejarah, berharga dan juga mengandung unsur Magis yakni Meriam
Si Jagur meriam peninggaln zaman portugis ini merupakan benda yang dipercaya
oleh masyarakat sekitar sebagai benda pembawa kesuburan dan sebagainya.
4.2. Saran
Demikian
Laporan Penelitian Arkeologi Islam ini kami buat dengan sebenar-benarnya, dalam pembuatan laporan penelitian ini kami masih banyak mendapatkan kesulitan.
Diantaranya dalam pencarian sumber referensi karena sumber yang kami dapatkan
sangat terbatas sekali. Kepada
Dosen pengajar dan rekan-rekan sekalian, kami selaku pemapar menyadari masih
benyak kekurangan dan kesalahan oleh karena itu kami masih mengharapkan saran
dan arahan dari rekan-rekan sekalian.
Semoga Laporan Penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat menambah informasi
kita khususnya dalam Ilmu Arkeologi
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber
Buku:
Teguh
Rahman Hakim, FengShui bentuk Bangunan Museum Fatahillah. 2008. Jakarta:
Gema Pustaka.
Tim
Penyusun. Modul Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. 2006. Jakarta.
Tim
Penyusun. Modul Museum Fatahillah. 2008. Jakarta.
Sumber
Internet:
http://bujangjakarte.worpress.com/meriam-si-jagur.
http://idtesis.com/potensi-museum-fatahillah-sebagai-wisata-sejarah-di-jakarta/
http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/museum-fatahillah-belajar-sejarah-jakarta-di-pusat-batavia-lama.
LAMPIRAN-
LAMPIRAN:
[1] http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/museum-fatahillah-belajar-sejarah-jakarta-di-pusat-batavia-lama
[2] Modul
Museum Fatahillah, 2008: 15.
[3] Dinas
Kebudayaan dan Permuseuman, 2006: 25.
[4] http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/museum-fatahillah-belajar-sejarah-jakarta-di-pusat-batavia-lama
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] http://idtesis.com/potensi-museum-fatahillah-sebagai-wisata-sejarah-di-jakarta/
[8] http://idtesis.com/potensi-museum-fatahillah-sebagai-wisata-sejarah-di-jakarta/
[9] Ibid.
[10] Teguh
Rahman Hakim, FengShui bentuk Bangunan Museum Fatahillah. 2008. Jakarta: Gema
Pustaka. Hal.68
[11]
http://bujangjakarte.worpress.com/meriam-si-jagur.
Komentar
Posting Komentar